
Pelayanan publik merupakan salah
satu aspek penunjang dalam pemenuhan hak-hak masyarakat yang dilaksanakan oleh
negara. Di beberapa negara maju, pelayanan publik diperhatikan secara serius
karena sangat terkait dengan produktivitas pelayan publik dan menjadi salah
satu tolak ukur seberapa maju sebuah negara.
Di Indonesia sendiri aspek
pelayanan publik masih bisa dikategorikan sangat buruk, bahkan peringkat
pelayanan publik di Indonesia menduduki peringkat ke 117 dari 180 negara dan
menjadikannya negara dengan pelayanan publik terburuk se-ASEAN[1].
Sejarah pelayanan publik Indonesia
berawal pada masa pemerintahan Abrahman Wahid. Pada tahun 1999, sebagai kepala
negara beliau menerbitkan Keppres 155 tahun 1999 tentang Tim Pengkajian
Pembentukan Lembaga Ombudsman. Hal ini dilatarbelakangi oleh tuntutan
masyarakat dalam mewujudkan pemerintah yang bersih dan penyelenggaraan negara
yang baik atau clean and good governance. Hal ini sangat berbeda di masa orde
baru dimana ruang-ruang aspirasi masyarakat sipil sangat terbatas karena dominasi
pemerintahan totaliter dan sentralistik. Masuknya era reformasi memberikan
ruang-ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan aspirasi-aspirasi salah satunya
dalam hal pelayanan publik.
Pada tahun 2000, presiden kemudian
menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman
Nasional. Adapun latar belakang pembentukan lembaga ini yang tertuang dalam
konsiderannya adalah [2]:
1. 1. Bahwa
pemberdayaan masyarakat melalui peran serta mereka melakukan pengawasan akan
lebih menjamin peneyelenggaraan negara yang jujur, bersih, transparan, bebas
korupsi, kolusi, dan nepotisme;
2. 2. Bahwa
pemberdayaan pengawasan oleh masyarakat terhadap penyelenggaraan negara
merupakan implementasi demokrasi yang perlu dikembangkan serta diaplikasikan
agar penyalahgunaan kekuasaan, wewenang ataupun jabatan oleh aparatur dapat
diminimalisasi;
3. 3. Bahwa dalam
penyelenggaraan negara khususnya penyelenggaraan pemerintahan memberikan
pelayanan dan perlindungan terhadap hak-hak anggota masyarakat oleh aparatur
pemerintah termasuk lembaga peradilan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari upaya untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan.
Sejak saat itu, lembaga ombudsman pun mulai mengawal kinerja pemerintahan sampai saat ini terkait penyelenggaraan pelayanan publik. Sampai pada tahun 2008, Kedudukan Komisi Ombudsman Nasional diperkuat oleh UU Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Menjadikan Ombudsman sebagai sebuah lembaga permanen dan independen dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya hingga saat ini.
Norma hukum mengenai pelayanan publik pada dasarnya termuat di dalam masing-masing undang-undang. Contohnya di dalam UU Nomor 29 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdapat pasal-pasal mengatur tentang hak-hak masyarakat dalam pelayanan begitu pula dalam UU lain dalam lingkup kesehatan, ekonomi, pembangunan, pendidikan dan lain-lain.
Walaupun kaidah-kaidah hukum pelayanan publik sudah termuat di dalam masing-masing Undang-Undang tetapi ada Undang-Undang yang menjadi rujukan pelayanan publik dalam melaksanakan tugas-tugasnya. UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik berisi tentang norma-norma pelayanan publik yang ada di dalam berbagai Undang-undang dan dirangkum menjadi satu. Di dalam UU ini mengatur secara tegas bagaimana seharusnya seorang pelayan publik harus bersikap. Pelayanan publik harus mengedepankan aspek Intergritas dan akuntabilitas pelayan publik, adil dan tidak menyimpang dari prosedur yang ada.
Mungkin sebagian dari kita sebagai masyarakat mendapatkan pelayanan publik yang buruk seperti adanya pungutan liar yang dilakukan, prosedur yang rumit bahkan pelayanan yang berlarut-larut. Perbaikan pelayanan publik tidak hanya berdampak pada kepuasan masyarakat tetapi juga menekan potensi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam penyelenggaraan negara.
Dalam sebuah negara hukum, penyelenggaraan negara demi kepentingan umum adalah sebuah hal yang wajib untuk dilakukan. Pelayanan publik adalah sebuah bentuk interaksi negara dalam posisinya sebagai pelayan dan masyarakat sebagai penerima layanan menjadi sebuah tolak ukur kesuksesan negara dalam memberikan hak-hak warga negaranya. Pelayanan publik yang baik bukan hanya berdampak pada peningkatan kualitas dan produktivitas dan birokrasi serta orang-orang di dalamnya tetapi juga berdampak pada image negara di mata internasional.
[1]
Adi Ginanjar Maulana. Standar Pelayanan Publik Indonesia Terburuk di ASEAN. http://bandung.bisnis.com/read/20160204/82444/549460/standar-pelayanan-publik-indonesia-terburuk-di-asean.
Diakses pada tanggal 4 Desember 2016 Pukul 15.12 WITA
[2] www.wikipedia.org/wiki/Ombudsman_Republik_Indonesia.
Diakses pada tanggal 4 Desember 2016 Pukul 15.27 WITA
0 komentar:
Posting Komentar