Rabu, 07 Desember 2016

Nasib pemberantasan korupsi pasca perluasan objek praperadilan (eradication of corruption in Indonesia after the expansion of pretrial hearing)

Hakim Sarpin yang memperluas objek praperadilan dalam Kasus Budi Gunawan
Hukum pidana jika dilihat dari cara merumuskannya terbagi menjadi dua yaitu hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materil memuat materi/substansi perbuatan apa saja yang dilarang dan tidak boleh dilakukan serta memiliki sanksi jika dilakukan. Sedangkan hukum pidana formil adalah kaidah2 atau aturan-aturan yang memuat cara dan tata pelaksanaan agar hukum pidana materil dapat dilaksanakan.

Dalam teori sosiologi hukum mengatakan bahwa Hukum harus senantiasa mengikuti perkembangan masyarakat, sehingga pembaharuan hukum harus tetap dilakukan karena Undang-undang bukan sesuatu yang sempurna. Hal ini juga dikemukakan oleh Prof. Satjipto Raharjo dalam teori Hukum Progresif nya. Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada masalah ketika hukum berubah, namun yang menjadi pertanyaan apakah hukum tersebut berubah karena keadaan masyarakat atau ada kepentingan dan kekuasaan dibalik itu?


Praperadilan merupakan bagian dari hukum formil pidana yang tertuang di dalam Pasal 77 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP UU No. 8 Tahun 1981). Adapun objek-objek dalam praperadilan adalah:

1. Sah atau tidaknya penangkapan,

2. Penahanan,

3. Penghentian penyidikan atau

4. Penghentian Penuntutan

Terkait penetapan tersangka merupakan bagian dari substansi perkara di dalam KUHAP dan  sudah disediakan jalur di dalam proses Eksepsi, Pembuktian dan Pembelaan sehingga penetapan tersangka di dalam praperadilan akan menimbulkan permasalahan-permasalahan lain di dalam sistematika peradilan di Indonesia.

Di dalam kasus praperadilan BG apakah sarpin telah melakukan terobosan hukum?

Penemuan hukum harus memiliki kerangka normatif serta tujuan yang melatarbelakanginya. Jika dlihat dari penemuan hukum yang dilakukan dinilai tidak memiliki tujuan untuk melakukan pemberantasan korupsi sehingga menimbulakn inkonsistensi.

Hak Asasi Manusia dapat dibatasi dengan Undang-undang yang merepresentasikan kehendak rakyat, hal ini tertuang di dalam pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Perluasan Objek Praperadilan demi menjamin hak-hak tersangka bisa saja menjadi angin segar dalam terjaminnya HAM di Indonesia tapi mencederai kepentingan masyarakat yang lebih banyak.

Perluasan objek praperadilan bukan hanya dapat mencederai dan menghambat pemberantasan korupsi namun juga membebani terdakwa secara materi. Sebab kemenangan di dalam proses praperadilan tidak menjadikan tersangka bebas dari kasus dan dapat dilakukan penyelidikan ulang.

Hukum tertatih karena ada kepentingan di luar hukum baik itu kekuasaan maupun uang yang melatarbelakanginya.

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Banner Header

Total Tayangan Halaman

 

Popular Posts

 

Blogroll

Templates by Nano Yulianto | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger