Jumat, 28 April 2017

Sejarah dan Organisasi Advokat di Indonesia


Indonesia sebagai negara hukum meletakkan Hukum sebagai pondasi dalam setiap lini-lini kehidupan di dalam masyarakat. Setiap peristiwa yang ada harus dilakukan berdasarkan hukum yang ada. Dalam penerapannya, hukum yang tertuang dalam bentuk produk Peraturan Perundang-Undang ditegakkan oleh aparat-aparat penegak hukum yaitu Jaksa, Hakim, Polisi dan Advokat.

Di antara aparat penegak hukum tersebut, posisi advokat memiliki sebuah karakteristik yang khas. Advokat adalah penegak hukum yang bebas dan mandiri. Ketika penegak hukum tersebut berada pada organisasi dalam bentuk Lembaga Negara seperti Kejaksaan, Kehakiman dan Kepolisian yang dibiayai oleh Negara. Advokat tidak terikat pada mekanisme tersebut, sehingga kekayaan organisasi bukan merupakan Kekayaan Negara sehingga tidak dapat diaudit padahal Advokat merupakan salah satu penegak hukum yang diakui oleh Negara. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Akan dibahas dalam tulisan ini. Pembahasan ini saya sadur dari materi  Pendidikan Khusus Profesi Advokat yang diselenggarakan oleh PERADI yang saya ikuti saat ini.



A. Sejarah Advokat di Indonesia

Berbicara masalah advokat tidak terlepas dari sejarah panjang negara Indonesia dari zaman Orde Lama hingga masa reformasi. Berbagai bentuk, tugas dan wewenang selalu berubah seiring berjalannya waktu. Namun sebelum membahas sejarah advokat di Indonesia, saya akan bercerita secara singkat mengenai struktur dan model organisasi advokat.

Advokat sebagai profesi memiliki sebuah wadah sebagai tempat para advokat untuk berinteraksi dan menjaga profesionalitas dalam bekerja. Mungkin kita mengenal banyak wadah dalam berbagai profesi yang sering kita lihat seperti profesi dokter, arsitek dan lain sebagainya, hal ini juga ada di dalam profesi advokat.

Secara internasional, ada sebuah wadah advokat yang disebut IBA yang merupakan singkatan dari International Bar Asociation yang merupakan kumpulan dari wadah-wadah advokat di seluruh dunia mengingat bahwa profesi advokat adalah profesi yang sejatinya eksis di tiap-tiap negara.

Nah, berbicara masalah wadah advokat di Indonesia kita mulai pada masa Orde Lama (1959-1960). Saat itu, organisasi advokat hanya bersifat kedaerahan dan tidak bersatu antara satu sama lain seperti Balie Van Advocaaten dan Balai Advokat Jakarta. Kemudian pada tanggal 14 Maret 1963 dibentuk sebuah organisasi PAI (Persatuan Advokat Indonesia) sebagai forum adhoc yang merupakan embrio organisasi PERADIN. Pada tanggal 30 Agustus 1964 PERADIN kemudian terbentuk di Solo dan merupakan organisasi advokat yang memiliki orientasi gerakan dan perjuangan. Di dalam organisasi PERADIN inilah banyak lahir advokat-advokat yang memiliki semangat perjuangan yang kuat seperti Adnan Buyung Nasution pendiri YLBHI yang sampai saat ini masih ada memperjuangkan hak-hak masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.

Setelah beberapa tahun berdiri, PERADIN kemudian mengadakan kongres tahun 1977 dan mengadopsi 3 Resolusi. Namun dalam prosesnya terdapat pihak yang tidak menyetujui keputusan tersebut dan muncul perpecahan di dalam tubuh PERADIN. Perpecahan ini melahirkan organisasi-organisasi advokat dan berjalan pada masa itu.

Singkat cerita Organisasi Advokat kemudian terpecah menjadi 7 Organisasi yaitu IKADIN, AAI, IPHI, AKHI, HKHPM, SPI dan HAPI. Organisasi advokat saat itu berbentuk LSM dan tidak ada kewajiban bagi advokat-advokat untuk bergabung ke dalam salah satu organisasi tersebut.

Ketidakjelasan status organisasi-organisasi advokat saat itu karena tidak ada definisi yang jelas dan wewenang serta hak advokat yang dimuat dalam undang-undang yang bisa menjadi payung hukum. Profesi penasihat hukum hanya disebutkan di dalam pasal 114 KUHAP tentang kewajiban tersangka untuk didampingi oleh penasihat hukum. Berbagai cara pun dilakukan agar RUU advokat segera dibuat dan disahkan.

Pada bulan juni 1999, terwujudnya UU advokat didukung dari legislasi dimana pada saat itu komisi II DPR RI (Saat ini diubah menjadi komisi III) diisi oleh advokat sehingga tidak sulit untuk melakukan konsolidasi ditambah lagi Menteri Kumham saat itu Yusril Ihza Mahendra adalah advokat sebelum menjabat sebagai menteri.
Era reformasi pada tanggal 11 februari 2002 dibentuk sebuah Komite Kerja Advokat Indonesia lahir berdasarkan kesepakatan tujuh organisasi advokat yang ada. KKAI menyusun kode etik advokat, melaksanakan ujian advokat pertama di Indonesia, serta  membidani lahirnya UU Advokat. Saat itu, organisasi advokat yang tergabung dalam KKAI bertambah 1 dari APSI sehingga jumlah organisasi advokat menjadi 8, Kemudian pada tanggal 5 April 2003 UU 18 Tahun 2003 tentang Advokat pun lahir.

Setelah UU Advokat diundangkan, KKAI jilid kedua kemudian dibentuk pada tanggal 16 Juni 2003 untuk melaksanakan amanat UU Advokat pasal 32 ayat 4, bahwa “Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, Organisasi Advokat telah terbentuk” mendorong KKAI untuk segera membentuk sebuah lembaga yang definitif. Kemudian lahirlah PERADI pada tanggal  21 Desember 2004 sebagai sebuah organisasi advokat yang sifatnya tunggal terkait pelaksanaan UU Advokat.


B. PERADI sebagai wadah tunggal Advokat di Indonesia

Setelah diundangkannya UU Advokat, terbentuklah PERADI yang menjadi wadah tunggal Profesi Advokat di Indonesia. Lantas bagaimana eksistensi 8 Organisasi Advokat yang ada? Organisasi-organiasi tersebut sampai sekarang tetap ada namun ada berapa perbedaan sebelum dan sesudah diundangkannya UU Advokat. Advokat yang ada sebelum diundangkannya UU Advokat memiliki 2 status yaitu sebagai anggota Organisasi Advokat asal dan anggota PERADI, beda halnya dengan advokat yang lahir setelah UU Advokat lahir. Status mereka adalah wajib untuk menjadi anggota PERADI namun tidak untuk masuk ke dalam salah satu dari 8 organisasi advokat yang ada, sehingga ada kemungkinan advokat saat ini hanya memiliki 1 status keanggotaan.

Berbicara masalah Advokat sebagai sebuah Profesi, maka ada kode etik yang harus ditaati untuk menjaga profesionalitas dalam bekerja. Kode Etik Advokat yang dibuat pada 23 Mei Tahun 2002 oleh Organisasi Advokat yang tergabung dalam KKAI masih berlaku hingga saat ini. Di dalam pasal 13 UU 18 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pengawasan terhadap Advokat dilakukan oleh komisi pengawas  yang dibentuk oleh organisasi advokat.


0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Banner Header

Total Tayangan Halaman

 

Popular Posts

 

Blogroll

Templates by Nano Yulianto | CSS3 by David Walsh | Powered by {N}Code & Blogger