
Indonesia sebagai negara hukum meletakkan Hukum sebagai pondasi dalam setiap lini-lini kehidupan di dalam masyarakat. Setiap peristiwa yang ada harus dilakukan berdasarkan hukum yang ada. Dalam penerapannya, hukum yang tertuang dalam bentuk produk Peraturan Perundang-Undang ditegakkan oleh aparat-aparat penegak hukum yaitu Jaksa, Hakim, Polisi dan Advokat.
Di antara aparat penegak hukum
tersebut, posisi advokat memiliki sebuah karakteristik yang khas. Advokat
adalah penegak hukum yang bebas dan mandiri. Ketika penegak hukum tersebut
berada pada organisasi dalam bentuk Lembaga Negara seperti Kejaksaan, Kehakiman
dan Kepolisian yang dibiayai oleh Negara. Advokat tidak terikat pada mekanisme
tersebut, sehingga kekayaan organisasi bukan merupakan Kekayaan Negara sehingga
tidak dapat diaudit padahal Advokat merupakan salah satu penegak hukum yang
diakui oleh Negara. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Akan dibahas dalam
tulisan ini. Pembahasan ini saya sadur dari materi Pendidikan Khusus Profesi Advokat yang
diselenggarakan oleh PERADI yang saya ikuti saat ini.
A. Sejarah Advokat di Indonesia
Berbicara masalah advokat tidak
terlepas dari sejarah panjang negara Indonesia dari zaman Orde Lama hingga masa
reformasi. Berbagai bentuk, tugas dan wewenang selalu berubah seiring
berjalannya waktu. Namun sebelum membahas sejarah advokat di Indonesia, saya
akan bercerita secara singkat mengenai struktur dan model organisasi advokat.
Advokat sebagai profesi memiliki
sebuah wadah sebagai tempat para advokat untuk berinteraksi dan menjaga
profesionalitas dalam bekerja. Mungkin kita mengenal banyak wadah dalam
berbagai profesi yang sering kita lihat seperti profesi dokter, arsitek dan
lain sebagainya, hal ini juga ada di dalam profesi advokat.
Secara internasional, ada sebuah
wadah advokat yang disebut IBA yang merupakan singkatan dari International Bar Asociation yang
merupakan kumpulan dari wadah-wadah advokat di seluruh dunia mengingat bahwa
profesi advokat adalah profesi yang sejatinya eksis di tiap-tiap negara.
Nah, berbicara masalah wadah
advokat di Indonesia kita mulai pada masa Orde Lama (1959-1960). Saat itu,
organisasi advokat hanya bersifat kedaerahan dan tidak bersatu antara satu sama
lain seperti Balie Van Advocaaten dan
Balai Advokat Jakarta. Kemudian pada tanggal 14 Maret 1963 dibentuk sebuah
organisasi PAI (Persatuan Advokat Indonesia) sebagai forum adhoc yang merupakan
embrio organisasi PERADIN. Pada tanggal 30 Agustus 1964 PERADIN kemudian
terbentuk di Solo dan merupakan organisasi advokat yang memiliki orientasi
gerakan dan perjuangan. Di dalam organisasi PERADIN inilah banyak lahir
advokat-advokat yang memiliki semangat perjuangan yang kuat seperti Adnan
Buyung Nasution pendiri YLBHI yang sampai saat ini masih ada memperjuangkan
hak-hak masyarakat di berbagai daerah di Indonesia.
Setelah beberapa tahun berdiri,
PERADIN kemudian mengadakan kongres tahun 1977 dan mengadopsi 3 Resolusi. Namun
dalam prosesnya terdapat pihak yang tidak menyetujui keputusan tersebut dan
muncul perpecahan di dalam tubuh PERADIN. Perpecahan ini melahirkan
organisasi-organisasi advokat dan berjalan pada masa itu.
Singkat cerita Organisasi Advokat
kemudian terpecah menjadi 7 Organisasi yaitu IKADIN, AAI, IPHI, AKHI, HKHPM,
SPI dan HAPI. Organisasi advokat saat itu berbentuk LSM dan tidak ada kewajiban
bagi advokat-advokat untuk bergabung ke dalam salah satu organisasi tersebut.
Ketidakjelasan status
organisasi-organisasi advokat saat itu karena tidak ada definisi yang jelas dan
wewenang serta hak advokat yang dimuat dalam undang-undang yang bisa menjadi
payung hukum. Profesi penasihat hukum hanya disebutkan di dalam pasal 114 KUHAP
tentang kewajiban tersangka untuk didampingi oleh penasihat hukum. Berbagai
cara pun dilakukan agar RUU advokat segera dibuat dan disahkan.
Pada bulan juni 1999, terwujudnya
UU advokat didukung dari legislasi dimana pada saat itu komisi II DPR RI (Saat
ini diubah menjadi komisi III) diisi oleh advokat sehingga tidak sulit untuk
melakukan konsolidasi ditambah lagi Menteri Kumham saat itu Yusril Ihza
Mahendra adalah advokat sebelum menjabat sebagai menteri.
Era reformasi pada tanggal 11
februari 2002 dibentuk sebuah Komite Kerja Advokat Indonesia lahir berdasarkan
kesepakatan tujuh organisasi advokat yang ada. KKAI menyusun kode etik advokat,
melaksanakan ujian advokat pertama di Indonesia, serta membidani lahirnya UU Advokat. Saat itu,
organisasi advokat yang tergabung dalam KKAI bertambah 1 dari APSI sehingga
jumlah organisasi advokat menjadi 8, Kemudian pada tanggal 5 April 2003 UU 18
Tahun 2003 tentang Advokat pun lahir.
Setelah UU Advokat diundangkan,
KKAI jilid kedua kemudian dibentuk pada tanggal 16 Juni 2003 untuk melaksanakan
amanat UU Advokat pasal 32 ayat 4, bahwa “Dalam waktu paling lambat 2 (dua)
tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, Organisasi Advokat telah terbentuk”
mendorong KKAI untuk segera membentuk sebuah lembaga yang definitif. Kemudian
lahirlah PERADI pada tanggal 21 Desember
2004 sebagai sebuah organisasi advokat yang sifatnya tunggal terkait pelaksanaan
UU Advokat.
B. PERADI sebagai wadah tunggal
Advokat di Indonesia
Setelah diundangkannya UU
Advokat, terbentuklah PERADI yang menjadi wadah tunggal Profesi Advokat di
Indonesia. Lantas bagaimana eksistensi 8 Organisasi Advokat yang ada?
Organisasi-organiasi tersebut sampai sekarang tetap ada namun ada berapa
perbedaan sebelum dan sesudah diundangkannya UU Advokat. Advokat yang ada
sebelum diundangkannya UU Advokat memiliki 2 status yaitu sebagai anggota
Organisasi Advokat asal dan anggota PERADI, beda halnya dengan advokat yang
lahir setelah UU Advokat lahir. Status mereka adalah wajib untuk menjadi
anggota PERADI namun tidak untuk masuk ke dalam salah satu dari 8 organisasi
advokat yang ada, sehingga ada kemungkinan advokat saat ini hanya memiliki 1 status
keanggotaan.
Berbicara masalah Advokat sebagai
sebuah Profesi, maka ada kode etik yang harus ditaati untuk menjaga
profesionalitas dalam bekerja. Kode Etik Advokat yang dibuat pada 23 Mei Tahun
2002 oleh Organisasi Advokat yang tergabung dalam KKAI masih berlaku hingga
saat ini. Di dalam pasal 13 UU 18 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pengawasan
terhadap Advokat dilakukan oleh komisi pengawas
yang dibentuk oleh organisasi advokat.
0 komentar:
Posting Komentar