HUKUM WARIS
Hukum
waris adalah peraturan hukum yang mengatur status hukum kekayaan seseorang
setelah dia meninggal. Di dalam hukum waris, golongan paling rendah menghalangi
golongan di atasnya untuk mendapatkan harta warisan. Golongan-golongan tersebut
adalah :
1.
Golongan I : anak dan istri/suami
2.
Golongan II : orang tua dan saudara
3.
Golongan III : kakek dan nenek dari garis keturunan ibu
dan ayah
4.
Golongan IV : paman dan bibi dari garis keturunan ibu dan
ayah
Unsur-unsur dalam hukum
waris adalah :
1.
Pewaris : orang yang mewariskan
2.
Ahli waris : orang yang akan mendapatkan harta
warisan
3.
Warisan : benda yang akan diwariskan
4.
Kematian
Dalam
hukum perdata BW, pembagian harta warisan antara laki-laki dan perempuan baik
tua maupun muda adalah sama. Dalam UUP waris rumus pembagian harta warisan
adalah :

Di
dalam pembagiannya terlebih dahulu melunasi utang atau tunggakan almarhum baik
di dalam perkawinannya (harta bersama yang dikurangi) maupun urusan pribadinya
seperti penguburan dsb (harta bawaan dikurangi)
Anak di luar nikah
Anak di luar kawin adalah anak yang
lahir tidak di dalam pernikahan almarhum. Anak di luar kawin mendapatkan haknya
dalam mendapatkan warisan apabila kedudukannya sebagai anak diakui. Apabila
diakui, maka anak di luar kawin mendapatkan 1/3 harta warisan seandainya dia anak kandung.
Pembagian harta warisan kepada anak di luar nikah lebih didahulukan kemudian
sisa harta warisan dibagikan kepada ahli waris yang lain. Jika anak di luar
nikah mewaris bersama golongan II, maka anak di luar pernikahan mendapatkan ½
harta warisan. Jika anak di luar pernikahan mewaris bersama golongan II dan IV
maka mendapatkan ¾ harta warisan.
Pendirian ahli waris
Ahli waris dapat melakukan harta warisan dengan 4
pendirian yaitu:
a.
Menerima warisan
b.
Menerima secara
benefisier, yaitu melakukan pencatatan dalam menerima warisan jika rugi maka
tidak mengambil warisan dan jika membawa keuntungan maka dia mengambil. Adapaun
utang almarhum, maka dia membayar sesuai warisan yang dia terima saja.
c.
Menolak warisan,
dianggap tidak ada dan bagiannya kembali ke gudang warisan.
d.
Tidak patut
mendapatkan warisan, yaitu :
1.
Pembunuh pewaris
2.
Mencoba membunuh
pewaris dan tanpa maaf
3.
Menghalangi
pembuatan wasiat/membuat cacatnya surat wasiat
4.
Memfitnah
pewaris sehingga pewaris diancam pidana di atas 5 tahun
5.
Orang yang dekat
dengan pewaris di saat-saat kematiannya
Pembagian harta warisan kepada ayah dan ibu serta
saudara (golongan II)
Apabila pewaris meninggalkan orang tua dan saudara, maka
kedua orang tua paling sedikit mendapatkan ¼ harta warisan kemudian dibagikan
kepada saudara almarhum.
Contoh :
Si C wafat dengan
meninggalkan kedua orang tua dan 3 saudara. Meninggalkan harta warisan 5 juta
rupiah. Maka, kedua orang tua
mendapatkan minimal 1,25 juta rupiah, jadi 2 orang tua 2,5 juta rupiah,
kemudian sisanya adalah 2,5 juta rupiah dan dibagikan kepada 3 orang saudara
almarhum.
Pembagian harta warisan golongan III (kakek dan
nenek dari garis keturunan ayah maupun garis keturunan ibu)
Harta warisan dibagi ½ tiap pasangan kakek nenek, apabila
salah satu mempelai dari 1 pasangan meninggal maka diambil oleh mempelai yang
masih ada. Jika kedua mempelai meninggal maka harta warisan jatuh kepada
golongan IV
Yang tidak boleh menjadi ahli waris
1.
Anak zina : anak yang lahir di dalam
pernikahan orang lain
2.
Anak sumbang ; anak yang lahir dari pasangan yang
dilarang oleh undang-undang
Wasiat
Wasiat adalah harta yang diberikan seorang
pewaris dengan proses hitam di atas putih sebelum kewafatan pewaris. Wasiat
dapat mengurangi harta warisan. Legiti portie adalah bagian mutlak anak yang
tidak bisa terlanggar karena adanya wasiat.
1.
Apabila hanya
memiliki 1 anak maka legiti portienya adalah ½ harta bagiannya
2.
Apabila memiliki
2 anak maka legiti portienya adalah 2/3 harta bagiannya
3.
Jika memiliki 3
anak atau lebih maka legiti portienya adalah ¾ harta bagiannya
Contoh :
A menikah dengan B, A
memiliki anak di luar nikah yang diakui yaitu C dan D
0 komentar:
Posting Komentar